Soeharto menjabat sebagai Presiden RI ke-2 sejak 1967. Kekuasaan itu tak
dia dapat hanya karena peluang di dunia politik. Soeharto pun melakoni
pertapaan guna memuluskan keinginannya itu.
Dalam artikel Dari Gua Semar, Wangsit itu Berasal, di Edisi Khusus Soeharto Majalah Tempo,
10 Februari 2008, dituliskan bahwa Soeharto setidaknya menjalani 10
pertapaan. Pertapaan dimulai dari Gua Jambe Lima, Gua Jambe Pitu, dan
Gua Suci Rahayu di kawasan Gunung Selok, Cilacap, Jawa Tengah.
”Di Suci Rahayu itulah Soeharto melakukan penyucian awal,” kata
Rusmanto, juru kunci Gua Semar. Selama melakoni semadi, Soeharto
ditemani juru kunci Darmaji, yang tak lain adalah paman dari Rusmanto.
Dari Gua Suci Rahayu, Soeharto bergeser ke Gunung Srandil, yang juga
ada di Cilacap. Gunung di tepi pantai itu memang terkenal sebagai tempat
khusus untuk ziarah. Di sanalah dimakamkan para leluhur tanah Jawa:
Eyang Agung Heru Cokro, Eyang Sukmo Sejati, Eyang Kaki Tunggul Sabdo
Jaati Doyo Amongrogo, Nini Dewi Tanjung Sekar Sari, dan Eyang
Lalangbuono atau lebih dikenal sebagai Ismoyo Ratu.
"Kemudian, Soeharto melanjutkan semedi di Gunung Lawu, tempat menghilangnya raga Raja Brawijaya," kata Rusmanto.
Di Gunung Lawu, Soeharto melakukan empat tahap pertapaan: di Argo
Dalam, Argo Tumila, Argo Piruso, dan Argo Tiling. Setelah itu, ia
bertapa lagi pada sebuah gunung kecil di Kecamatan Bobotsari,
Purbalingga, Jawa Tengah. "Selain bertapa, di gunung itu juga ada acara nyekar di makam Syekh Jamu Karang."
Usai deretan pertapan itu, barulah Soeharto menuju kawasan Dieng. Kala
itu, kondisi Dieng belum sebagus sekarang. Jalannya berbatu-batu,
menanjak, dan berlubang. Menurut Rusmanto, Gua Semar adalah istana
terakhir Mandala Sari alias Semar. Di sanalah Semar bersemedi abadi
setelah pertapaan di berbagai tempat. "Menurut kepercayaan, urut-urutan
pertapaan di tanah Jawa selalu berakhir di kawasan Dieng."
Selama menjalani pertapaan, Soeharto hanya ditemani oleh juru kunci
Darmaji. Para pengawalnya menunggu pada jarak yang agak jauh. Sebelum
bertapa, Soeharto harus melakukan bimolukar atau mandi lulur. "Tujuannya untuk menghilangkan nafsu angkara murka," ujar Rusmanto.