Selasa, 01 April 2014

Wong Fei Hung Muslim Sejati


Wong Fei Hung (Pahlawan Negeri Tiongkok) adalah Muslim Sejati, tapi Pemerintah Komunis menutupinya. Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?

Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Pengobatan, dan Ahli Beladiri legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China. Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga supremasi kekuasaan Komunis di China.
Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab-kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong.
Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan tabib ahli ilmu pengobatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki sebuah klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong Kay-Ying merupakan seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi.
Ketinggian ilmu beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari diwariskannya kepada Wong Fei Hung.
Kombinasi antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Karena itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati dan mengidolakan Keluarga Wong.
Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya pengobatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah pandang bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu tanpa pamrih.
Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’in yang korup dan penindas. Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama Islam.
Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung sukses melahirkan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang legendaris. Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan, dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch’in pada 1734.
Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea). Jika saja pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun itu niscaya akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.
Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya menjadi lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan Khusus.
Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata. Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat berhasil menghajar lebih dari 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan kejam di Canton yang mengeroyoknya karena ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.
Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton. Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena isteri-isterinya meninggal dalam usia pendek. Setelah isteri ketiganya wafat, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli beladiri. Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan suaminya.
Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin (tertindas) yang tidak pernah gentar membela kehormatan mereka. Siapapun dan berapapun jumlah orang yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan keberanian yang dimilikinya.
Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu pilihan hidup yang diberikan Allah kepada seorang muslim selain mati Syahid

Kejanggalan Kata Yahweh dan God dalam Bibel


ANDAIKAN KAUM KRISTEN TAK PAKAI KATA “ALLAH”

Oleh: Dr. Adian Husaini
Bagaimana jika kaum Kristen di Indonesia tidak lagi menggunakan kata ‘Allah’ dalam Bibel dan ritual mereka, seperti diserukan sejumlah kelompok Kristen di Indonesia? Jawabnya: tidak apa-apa. Sebab, kaum Kristen Barat, yang menjadi sumber agama Kristen di Indonesia, juga tidak menggunakan kata ‘Allah’. Lagi pula, kata ‘Allah’ juga tidak dikenal dalam teks asal kitab kaum Kristen, yang berbahasa Ibrani dan Yunani kuno.
Juga, hingga kini, kaum Kristen pun terus berdebat tentang siapa nama Tuhan mereka yang sebenarnya. Sebelumnya telah dipahami, bagaimana perdebatan seputar nama “YHWH”; apakah itu nama atau sebutan Tuhan. Sebagian Kristen mengklaim, YHWH adalah nama Tuhan, tetapi tidak diketahui dengan pasti bagaimana menyebutnya, sehingga lebih aman dibaca ‘Adonai’. Dalam Bibel bahasa Indonesia, YHWH diterjemahkan dengan ‘TUHAN’, dalam sebagian Bibel edisi bahasa Inggris diterjemahkan menjadi ‘the LORD’. Dalam bahasa Arab, YHWH dialihbahasakan menjadi ‘al-Rabb’. Pandangan jenis ini dianut oleh Kristen mainstream yang diwakili oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).
Tetapi, ada sebagian Kristen yang secara tegas menyatakan, YHWH adalah nama Tuhan yang bisa dibaca dengan ‘Jehovah’ atau ‘Yahweh’. Di Indonesia, pandangan jenis ini diwakili oleh sejumlah kelompok yang menolak penggunaan kata Allah, seperti Beit Yeshua Hamasiakh. Dalam bahasa Inggris ada juga Bibel yang secara tegas menyebutkan ‘YHWH’ dengan ‘Yahweh’, seperti The New Jerusalem Bible menulis Keluaran 3:15: “God further said to Moses, “You are to tell the Israelites, “Yahweh the God of your ancestors, the God of Abraham, the God of Isaac and the God of Jacob, has sent me to you.”
Membaca ayat tersebut, dipahami, bahwa Yahweh memang nama Tuhan Israel. Yahweh adalah nama diri, yakni ungkapan “Yahweh the God of your ancestors…”. Dalam Bibel versi LAI, ayat Bibel ini ditulis: “TUHAN, Allah nenek moyangmu…”. Maknanya, “TUHAN” adalah Allah-nya nenek moyang bangsa Israel. Padahal, “TUHAN” disitu bukan nama diri, tapi sebutan untuk menyebut ‘Tuhan itu’ (the LORD).
Akan tetapi, kita akan menemukan kejanggalan, jika membaca sejumlah ayat Bibel lain yang menyandingkan kata Yahweh dan God (dalam edisi Inggris), juga kata TUHAN dan Allah dalam Bibel versi Indonesia. Misalnya, The New Jerusalem Bible menulis ayat Kejadian 2:8 sebagai berikut: “Yahweh God planted a garden in Eden…” Dalam versi LAI, ayat itu ditulis: “Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden…”
Jadi, pada Keluaran 3:15 tertulis “Yahweh the God….” atau dalam edisi Indonesia: “TUHAN, Allah nenek moyangmu…” (ada tanda koma setelah TUHAN). Lebih jelas lagi, bisa disimak teks Ulangan 6:4 yang berbunyi: “Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.” (Bandingkan dengan teks Keluaran 6:4 versi Kitab Suci: Indonesian Literal Translation: “Dengarkanlah hai Israel, YAHWEH Elohim kita, YAHWEH itu Esa.”)
Sementara itu, dalam Kejadian 2:8 dan banyak ayat Bibel lainnya, tertulis “Yahweh God…” dan “TUHAN Allah” tanpa tanda koma lagi. Bentuk “TUHAN Allah” menyiratkan, bahwa “TUHAN” – yang merupakan terjemah dari tetragram “YHWH” bukan lagi nama Tuhan. Jurtru, ‘Allah’ di situ, seolah-olah merupakan nama Tuhan.
Yahweh Bukan Kata Benda
Persoalan penggunaan nama Yahweh sebagai nama Tuhan dalam Kristen ternyata juga dipersoalkan kalangan Kristen sendiri. Ada kalangan Kristen yang berpendapat bahwa “YHWH” sebenarnya bukan nama Tuhan. Ensiklopedi Perjanjian Baru, misalnya, menulis tentang Yahweh sebagai berikut:
  • “Inilah nama Ibrani yang berasal dari kata hâwah: “datang, menjadi, ada”, menurut etimologi popular yang terdapat dalam kisah pewahyuan. Nama yang diberikan Allah kepada diri-Nya pada waktu penampakan yang dikenal dengan nama “di semak bernyala” (Kel. 3:14). Diperdebatkan, apakah makna kata itu aktif (“dia yang ada” – sebagaimana diterjemahkan oleh Septuaginta) atau kausatif (“dia yang membuat ada”). Bagaimana pun juga, ini bukan kata ganti nama, bukan kata benda, melainkan kata kerja aksi yang menggambarkan aktivitas Allah sendiri. Istilah ini tidak mengungkapkan identitas Allah melainkan menunjukkan Allah dalam aktivitas-Nya yang setia dan selalu ada bagi umat-Nya. Menurut para ahli bahasa, kata ini berhubungan dengan bentuk Yau yang di Babel menunjukkanAllah yang disembah manusia yang bernama demikian; begitulah ibu Musa bernama Yô-kèbèd: “kemuliaan-Yô”.(Xavier Leon-Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hal. 591-592).
Perlu digarisbawahi, menurut penulis Ensiklopedi Perjanjian Baru tersebut, YHWH “bukan kata ganti nama, bukan kata benda, melainkan kata kerja aksi yang menggambarkan aktivitas Allah sendiri.” Pandangan bahwa YHWH bukan kata benda, dijelaskan oleh The New Jerusalem Bible: “Clearly, however, it is part of the Hebr. verb ‘to be’ in an archaic form. Some see it as a causative form of the verb: ‘ he causes to be’, ‘he brings into existence’. But it is much more probably a form of the present indicative, meaning ‘he is’.” (The New Jerusalem Bible, foot note Keluaran 3:14, hal. 85).
Shabir Ally dalam bukunya, “Yahweh, Jehovah or Allah, Which is God’s Real Name?” memberikan komentar terhadap penjelasan The New Jerusalem Bible tersebut: “If Yahweh means ‘he is’, how can that be the name of God? When, for example, a Muslim says, “I believe in Allah as He is, “clearly in that statement God’s name is not ‘he is’. God’s name in that statement is ‘Allah’. Notice that if you say that God’s name is Yahweh, you are in effect saying that God’s name is he is. That does not make any sense, Does it?” (hal. 20).
Lebih jauh, kata YHWH muncul dalam statemen Tuhan kepada Musa dalam Keluaran 3:14; saat Musa bertanya tentang nama-Nya, lalu Tuhan menjawab yang dalam bahasa Ibrani ditulis: “ehyeh esher ehyeh.” (I am what I am). Jawaban ini mengindikasikan seolah-olah Tuhan enggan memberikan nama-Nya kepada Musa. Untuk itulah, dimasukkan kata Yahweh yang maknanya “he is”. Karena itulah, simpulnya, “the name of Yahweh is derived through human effort, not expressly revealed by God.”
Pada sisi lain, adalah menarik mencermati penjelasan tentang Yahweh dalam berbagai versi teks Bibel.
  • Pertama, versi King James Version, Keluaran 6:2-3: “And God spoke unto Moses, and said unto him, I am the LORD. And I appeared unto Abraham, unto Isaac, and unto Jacob, by the name of God Almighty, but by my name JE-HO-VAH was I not known to them.”
  • Kedua, versi The New Jerusalem Bible, Keluaran 6:2-3: “God spoke to Moses and said to him, ‘I am Yahweh’. To Abraham, to Isaac and Jacob I appeared as El Shaddai, but I did not make my name Yahweh known to them.”
  • Ketiga, versi Kitab Suci Indonesian Literal Translation, Keluaran 6:2-3: “Dan berfirmanlah Elohim kepada Musa, “Akulah YAHWEH. Dan Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, kepada Ishak dan kepada Yakub, sebagai El-Shadday, dan nama-Ku YAHWEH; bukankah Aku sudah dikenal oleh mereka?”
  • Keempat, versi Lembaga Alkitab Indonesia (2007), Keluaran 6:1-2: “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: “Akulah TUHAN, Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Maha Kuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.”
  • Kelima, versi Lembaga Alkitab Indonesia (1968), Keluaran 6:1-2: “Arakian, maka berfirmanlah Allah kepada Musa, firmannja: Akulah Tuhan! Maka Aku telah menyatakan diriku kepada Ibrahim, Ishak dan Jakub seperti Allah jang Mahakuasa, tetapi tiada diketahuinja akan Daku dengan namaku Tuhan.” ****
Bisa dicermati, terjemah Keluaran 6:2-3 versi Indonesian Literal Translation yang menyebutkan “bukankah Aku sudah dikenal oleh mereka?” seperti menyimpang jauh dari teks-teks lain. Teks Kitab Keluaran ini menjelaskan bahwa nama ‘Yahweh/Jehovah/TUHAN/Tuhan’ belum diketahui oleh Ibrahim, Isak dan Yakub. Sementara itu, Kitab Kejadian 26:25, sudah menyebutkan, bahwa Ishak sudah kenal nama Yahweh. The New Jerusalem Bible menulis: “There he built an altar and invoked the name of Yahweh.” King James Version menyamarkan nama Yahweh: “And he builded an altar there, and called upon the name of the LORD.” Bibel versi LAI menulis ayat ini: “Sesudah itu Ishak mendirikan Mezbah di situ dan memanggil nama TUHAN.” Sedangkan Kitab Suci Indonesian Literal Translation menulisnya: “Dan dia mendirikan mezbah di sana, dan memanggil Nama YAHWEH.”
Jadi, menurut Kejadian 26:25 tersebut, Ishak sudah mengenal dan menyebut nama Yahweh. Sementara dalam Keluaran 6:1-2 dijelaskan, bahwa nama Yahweh belum dikenal oleh Abraham, Ishak, dan Yakub. Bibel versi Lembaga Alkitab Indonesia (2007), menulis: “… Akulah TUHAN, Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Maha Kuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.”
Adalah juga menarik memperhatikan terjemahan teks Keluaran 6:1-2 versi Lembaga Alkitab Indonesia edisi tahun 1968, yang ternyata menerjemahkan tetragram ‘YHWH’ dengan ‘Tuhan’, bukan ‘TUHAN’. Ini menunjukkan adanya diskusi dan perkembangan soal nama Tuhan yang terus berubah dalam tradisi Kristen. Cara penerjemahan LAI terhadap YHWH itulah yang menuai kritik dari kelompok pendukung nama Yahweh, karena menimbulkan kerancuan makna.
Misalnya, terjemahan LAI untuk Matius 4:4 adalah: “Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Dalam kasus ini, YHWH diterjemahkan menjadi Allah, bukan TUHAN. Menurut Rev. Yakub Sulistyo, penggunaan kata ‘Allah’ oleh LAI adalah bentuk penyalahgunaan kata Allah dan bisa menimbulkan konflik dengan orang Muslim. Yakob Sulistyo menulis:
  • “Dengan umat Kristen memakai kata “ALLAH, atau Allah, atau allah” maka muncul istilah Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh, serta Bunda Allah bagi kalangan Katolik. Dan ini menyakiti hati umat Islam dan menimbulkan rasa tidak suka, karena nama Tuhannya dipakai oleh umat Kristen dan Katolik…. Jadi kebingungan masalah nama ALLAH dan YHWH (YAHWEH) adalah karena orang Nasrani di Indonesia tidak mampu membedakan antara SEBUTAN (GENERIC NAME) dan NAMA PRIBADI (PERSONAL NAME).” (Lihat, Rev. Yakub Sulistyo, ‘Allah’ dalam Kekristenan Apakah Salah, 2009, hal. 18-19. NB. Huruf kapital sesuai buku aslinya).
Kalangan Kristen pendukung penggunaan kata ‘Allah’ beralasan, bahwa kaum Kristen di Arab sudah menggunakan kata ‘Allah’ jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Nabi oleh Allah SWT. Herlianto menulis:
  • “Di kalangan orang Arab pengikut Yesus, penggunaan nama ‘Allah’ sudah terjadi sejak awal kekristenan. Pada Konsili Efesus (431) wilayah suku Arab Harits dipimpin Uskup bernama ‘Abd Allah’, Inkripsi Zabad (512) diawali ‘Bism, al-llah’ (dengan nama Allah, band. Ezra 5:1, demikian juga Inkripsi ‘Umm al-Jimmal’ (abad ke-6) menyebut ‘Allahu ghufran’ (Allah yang mengampuni)… Nama ‘Allah’ bukanlah kata ‘Islam’ melainkan kata ‘Arab’ sebab sudah digunakan sejak keturunan Semitik suku Arab yang menyebut ‘El’ Semitik dalam dialek mereka, dan juga digunakan orang Arab yang beragama Yahudi dan Kristen jauh sebelum kehadiran Islam… Kalau mau jujur, nama Ilah/Allah sebenarnya bukan merupakan terjemahan El/Elohim Ibrani dan Elah/Elaha dalam bahasa Aram, melainkan merupakan dialek (logat) yang berkembang dalam suku-suku turunan mereka. Jadi, transliterasi nama El/Elohim/Eloah menjadi Ilah/Allah justru lebih dekat dibandingkan istilah Yunani Theos dan Inggris God.” (Herlianto, Nama Allah, Nama Tuhan Yang Dipermasalahkan, Mitra Pustaka, 2006, hal. 26-27).
Bagaimana pandangan Islam terhadap klaim kaum Kristen soal kata ‘Allah’ tersebut?
Islam mengakui, kata ‘Allah’ – sebagai nama Tuhan — sudah digunakan oleh kaum musyrik Arab dan kaum Kristen. Tetapi, setelah diutusnya Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir dan diturunkannya al-Quran sebagai wahyu terakhir, maka Allah telah mengenalkan namanya secara resmi dalam bahasa Arab, yaitu ALLAH: “Innaniy ana-Allahu Laa-ilaaha illaa Ana, fa’budniy wa-aqimish-shalaata lidzikriy.” (Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkan shalat untuk mengingat-Ku). (QS Thaha:14).
Tak hanya itu, Al-Quran juga mengkoreksi penggunaan dan pemaknaan kata Allah yang keliru oleh kaum Kristen, sehingga Allah diserikatkan dengan makhluk-Nya, seperti Nabi Isa a.s. yang oleh kaum Kristen diangkat sebagai Tuhan. “Sungguh telah kafirlah orang-orang yang menyatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga.” (QS 5:73).
Logika Islam sangat mudah: Jika ingin tahu nama Tuhan yang sebenarnya, sifat-sifat-Nya, dan cara yang benar dalam menyembah-Nya, maka – logisnya — hanya Tuhan itu sendiri yang dapat menjelaskannya. Tidak usah bingung, tidak perlu repot-repot dan tanpa berbelit-belit. Nama Tuhan itu adalah ALLAH. Pakai huruf kecil atau kapital, nama Tuhan yang sah adalah ALLAH. Tuhan sudah memilih nama-Nya yang resmi. Nama itu sudah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang diutus kepada seluruh manusia, bukan hanya untuk Bani Israil saja (QS 34:28).
Maka, dalam pandangan Islam, amat sangat tidak patut, jika kata ALLAH – nama Tuhan Yang Maha Suci — digunakan secara sembarangan dan diberi sifat-sifat yang tidak sesuai dengan sifat yang dikenalkan oleh Allah SWT itu sendiri. Karena itulah, kaum Muslim sangat takut melakukan dosa syirik atau pun mengarang-ngarang nama Tuhan atau mereka-reka cara-cara ibadah kepada Allah SWT.
Seperti dijelaskan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kaum Kristen di alam Melayu-Indonesia baru menggunakan kata Allah pada abad ke-17. Seyogyanya kaum Kristen tidak perlu melanjutkan ambisi kaum penjajah untuk mengelabui kaum Muslim agar berpindah agama melalui penggunaan kata Allah yang tidak sepatutnya.
Karena itu, menyimak kebingungan dan polemik penggunaan kata Allah di kalangan kaum Kristen di Indonesia yang tiada ujung, tampaknya akan lebih baik ANDAIKAN kaum Kristen di alam Melayu-Indonesia, meninggalkan kata ‘Allah’ dan menyebut Tuhan mereka sebagaimana induk dan asal agama Kristen di Barat, yaitu God, Lord, Yahweh, Elohim, atau TUHAN. InsyaAllah itu akan lebih baik dan tidak membingungkan di antara kaum Kristen dan umat beragama lainnya.

Rahasia Hitler Yang Tidak Pernah Diungkapkan Media


Anda pasti mengenal sosok yang bernama Adolf Hitler ini. Dia sering di gadang-gadang sebagai seorang yang bengis dan tidak manusiawi. Tetapi apakah semua itu benar adanya? Benarkah ia tidak lagi memiliki rasa kemanusiaan dan belas kasih? Atau memang ada gerakan dan alasan tertentu, demi tujuan tertentu, sehingga sang pemimpin besar Nazi ini selalu di pandang jelek di mata dunia?

Setelah mengulik di internet, saya pun mendapatkan sisi yang lain dari seorang Hitler, yang mungkin selama ini tidak banyak diketahui oleh orang. Karena sisi lain itu adalah beberapa hal yang luput dari perhatian media. Atau memang sengaja di hilangkan dari peredaran dengan tujuan tertentu, entahlah… Untuk mempersingkat waktu, berikut saya sertakan sisi-sisi yang memperlihatkan kehidupan lain dari Hitler:

Sebelumnya, apa yang akan Anda baca ini adalah sebuah email yang saya terima dari seorang sahabat dari Arab Saudi yang saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk dibagi kepada Anda sekalian.
Suatu ketika saya berdiskusi dengan seorang sarjana yang sedang menamatkan tesis PhD-nya. Saya sangat terkejut ketika dia mengatakan kalau tesisnya berkaitan dengan sosok pemimpin besar Nazi, yaitu Adolf Hitler. Saya katakan padanya “Apakah sudah habis semua tokoh Islam di dunia ini hingga ia pun memilih “si kejam ini” untuk dijadikan bahan penelitian?”. Dia tertawa lalu bertanya apa yang aku ketahui tentang Hitler? Saya lalu menjawab bahwa Hitler seorang pembunuh yang membunuh secara sporadis tapi berhasil membawa Jerman menguasai banyak hal. Lalu dia bertanya lagi padaku; “Dari mana aku mendapatkan informasi itu” Saya pun menjawab: sumberku dari TV, internet dan pastinya buku-buku. Lalu dia berkata: ”Baiklah, pihak Inggris telah melakukan lebih dahsyat dari itu. Pihak Jepang semasa zaman Kekaisarannya dulu juga sama. Tapi kenapa dunia hanya menghukum Hitler dan meletakkan kesalahan bahkan memburuk-burukk­an nama Nazi seolah-olah Nazi masih ada hingga hari ini. Sedangkan mereka melupakan kesalahan pihak Inggris kepada Scotlandia, pihak Jepang kepada dunia dan pihak Afrika Selatan kepada kaum kulit hitam mereka?”
Saya lantas meminta penjelasan lebih jauh darinya. Ia pun melanjutkan, katanya: “Ada dua sebab mengapa Hitler/Nazi selalu di pojokkan, yaitu:
Prinsip Hitler berkaitan dengan Yahudi, Zionisme dan berdirinya negara Israel. Hitler pun di tuduh telah melancarkan Holocaust untuk menghapus Yahudi karena beranggapan Yahudi akan menghancurkan dan menguasai dunia pada suatu hari nanti. Padahal Holocaust sendiri hingga kini masih menjadi pertanyaan besar, apakah memang benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Nazi.
Prinsip Hitler berkaitan dengan Islam. Hitler telah mempelajari sejarah kerajaan terdahulu dan umat yang lampau, bahkan beliau telah menyatakan bahwa ada tiga pengaruh yang terkuat, yaitu Persia, Romawi dan Arab. Ketiga pengaruh ini telah menguasai dunia di masa lalu bahkan Persia serta Romawi telah mengembangkan pengaruh mereka hingga hari ini, sedangkan Arab sendiri sungguh sangat di sayangkan masih lebih kepada persengketaan sesama mereka saja. Dia melihat ini sebagai satu masalah yang besar, karena Arab akan merusak pengaruh Islam yang menurutnya dulu begitu hebat.
Atas rasa kagumnya Hitler pada pengaruh Islam, ia telah mencetak risalah yang berkaitan dengan Islam dan disebarkan kepada tentara Nazi semasa perang, bahkan kepada tentara yang bukan Islam.
Hitler juga telah memberi peluang kepada tentara Jerman yang beragama Islam untuk menunaikan shalat ketika masuk waktunya dimana saja, bahkan tentara Jerman pernah shalat di dataran Berlin dan Hitler ketika itu menunggu mereka sampai selesai shalat berjama`ah untuk menyampaikan pidatonya.
Hitler juga sering bertemu dengan para ulama Islam dan meminta pendapat mereka serta belajar dari mereka tentang agama atau bagaimana kisah Rasulullah SAW dan para sahabat.
Beliau juga meminta para Syeikh agar mendampingi tentaranya (Nazi) untuk mendoakan mereka yang bukan Islam dan memberi semangat kepada yang beragama Islam untuk melawan Yahudi.
Semua informasi ini adalah hasil kajian sejarah yang dilakukan oleh sahabat saya untuk tesis PhD-nya dan beliau meminta saya untuk tidak merubah atau menambahkan yang lainnya, agar tidak menyusahkannya pada saat memaparkannya nanti (seminar). Dia tidak mau saya campurkan dengan bahan dari sumber internet karena saya bukan pakar sejarah. Tetapi gambar-gambar yang ada disini mungkin sudah lama tersebar dan semua orang bisa melihatnya di internet.
Namun, saya sedikit “nakal” untuk tidak 100% mematuhi permintaannya. Karena ada juga sisi lain yang bisa menjelaskan tentang sosok Adolf Hitler sebagai pelengkap artikel ini. Dari sisi sebagai manusia biasa, dia tetaplah manusia yang memiliki sifat kemanusiaan dan rasa belas kasih terhadap sesama.
Berikut yang saya dapatkan:
1. PENGARUH AL-QURAN DI DALAM UCAPAN HITLER
Ketika tentara Nazi tiba di Moscow, Hitler hendak menyampaikan pidato. Dia pun memerintahkan penasihat-penasihatnya untuk mencari kata-kata pembukaan yang paling cocok dan mengandung arti yang luar biasa dari kitab agama, kata-kata ahli filsafat atau pun dari bait syair. Seorang sastrawan Iraq yang tinggal di Jerman lalu mengusulkan ayat Al-Qur`an berikut ini: “TELAH DEKAT DATANGNYA SAAT ITU DAN TELAH TERBELAH BULAN” (Al-Qamar: 1)
Hitler merasa kagum dengan ayat ini dan menggunakannya sebagai kalam pembukaan dan isi kandungan pidatonya. Memang para ahli tafsir menguraikan bahwa ayat tersebut bermaksud kehebatan, kekuatan dan memberi maksud yang mendalam. Sebab dulu di zaman Rasulullah SAW pernah terjadi satu mukjizat dari beliau yaitu membelah bulan dengan jari telunjuknya.
Perkara ini dinyatakan oleh Hitler di dalam bukunya yang berjudul Mein Kampf, yang ditulis di dalam penjara. Dia menjelaskan bahwa banyak aspek tindakannya berdasarkan ayat Al-Qur`an, khususnya yang berkaitan dengan tindakannya terhadap kaum Yahudi.
2. HITLER BERSUMPAH DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA BESAR
Hitler telah memasukkan sumpah dengan nama Allah yang Maha Besar di dalam ikrar para tentaranya yang akan tamat belajar di akademi tentara Jerman. Berikut isinya: ”AKU BERSUMPAH DENGAN NAMA ALLAH (TUHAN) YANG MAHA BESAR DAN INI ADALAH SUMPAH SUCIKU, BAHWA AKU AKAN MENTAATI SEMUA PERINTAH KOMANDAN TENTERA JERMAN DAN PEMIMPINNYA ADOLF HITLER, PEMIMPIN BERSENJATA TERTINGGI, BAHWA AKU AKAN SENANTIASA BERSEDIA UNTUK BERKORBAN DENGAN NYAWAKU KAPANPUN DEMI PEMIMPINKU”
3. HITLER YANG ENGGAN MEMINUM BEER (ARAK)
Hitler tidak mau meminum beer (arak) pada saat dia cemas dalam keadaan Jerman yang agak goyah dan bermasalah. Contohnya adalah ketika para dokter meminta dia minum beer sebagai obat tapi dia tidak mau, sambil mengatakan; ”BAGAIMANA ANDA INGIN AGAR SESEORANG ITU MINUM ARAK UNTUK TUJUAN PENGOBATAN SEDANGKAN DIA TIDAK PERNAH SEUMUR HIDUPNYA MENYENTUH ARAK?”. Ya memang, Hitler tidak pernah menjamah arak sepanjang hayatnya. Minuman kebiasaan beliau hanyalah teh yang di racik secara khusus.
4. HITLER DAN ANAK-ANAK
Sebagai sosok yang sering disamakan dengan figur yang menakutkan, kejam, tidak manusiawi dan pembunuh sadis, ternyata Hitler mempunyai sisi yang sebaliknya. Ia juga seorang pemimpin yang menyukai anak-anak sebagai wujud kemanusiaannya.
Sungguh, banyak peristiwa dan fakta sejarah yang disembunyikan di dunia ini. Entah apa alasannya, yang jelas ini tidaklah baik bagi perkembangan sejarah dunia. Bagaimana pun juga yang baik haruslah dikatakan baik dan yang salah harus dikatakan salah pula. Tidak boleh sebaliknya, apalagi disembunyikan. Sedangkan tujuan dari penulisan artikel ini tidaklah untuk membela apa yang pernah dilakukan oleh Adolf Hitler, tetapi hanya bertujuan untuk menyingkap apa yang disembunyikan oleh banyak pihak – Barat khususnya – sebagai fakta sejarah. Semoga kita semua mendapatkan manfaat.